oleh

Apakah realistis pemerintah berharap ada pabrik iPhone di Indonesia?

-Berita, Nasional-344 Dilihat

Setelah Presiden Joko Widodo bertemu CEO Apple, Tim Cook, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (17/04), pemerintah mengeklaim kedua belah pihak telah sepakat untuk memulai “proses untuk membangun manufaktur” Apple di Indonesia.

Pemerintah berharap Apple dapat menggunakan komponen-komponen yang diproduksi di Indonesia dalam perakitan produk elektroniknya, khususnya untuk ponsel pintar iPhone.

Untuk itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pihaknya akan melakukan “business matching”, alias mempertemukan investor—dalam hal ini Apple—dengan calon pemasok komponen dari Indonesia.

“Kalau business matching itu prosesnya lebih cepat, karena barangnya sudah ada. Tinggal mungkin nanti ada penyesuaian-penyesuaian dari specs-nya,” kata Agus.

“Tapi manufacturing-nya nanti kalau mereka akan mulai membuka fasilitas, fasilitas pabrik, itu juga akan dimulai dibicarakan.”

Sepanjang 2023, Indonesia memproduksi sendiri hampir 50 juta unit ponsel dan mengimpor 2,8 juta unit lainnya.

Dari 2,8 juta ponsel impor itu, 85%-nya adalah produk-produk Apple dengan nilai sekiranya US$1-2 miliar (Rp16-32 triliun), merujuk data Kementerian Perindustrian.

Setiap ponsel yang diimpor ke Indonesia wajib memiliki IMEI atau nomor seri unik serta memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 35%, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 13/2021.

Produk iPhone sebenarnya tidak memenuhi syarat TKDN tersebut. Namun, pemerintah Indonesia memberikan kelonggaran: TKDN bisa ditukar dengan investasi untuk “pengembangan inovasi”.

Karena itu, Apple membangun Apple Developer Academy di Indonesia yang menawarkan program sembilan bulan untuk mempelajari dasar-dasar pemrograman, terutama untuk mengembangkan aplikasi di sistem iOS milik Apple.

Secara keseluruhan telah ada tiga Apple Developer Academy, masing-masing di Tangerang Selatan, Surabaya, dan Batam, dengan total nilai investasi sekitar Rp1,2 triliun.

Apple Developer Academy keempat pun akan segera dibuka di Bali, menambah nilai investasi Apple di Indonesia hingga total Rp1,6 triliun.

 

Seperti diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 29/2017, investasi untuk pengembangan inovasi dengan nilai di atas Rp1 triliun setara dengan TKDN sebesar 40%.

 

Meski begitu, pemerintah mendorong Apple untuk menambah investasinya di Indonesia, entah melalui kerja sama dengan universitas top untuk membangun pusat-pusat inovasi atau dengan merakit produknya di dalam negeri, kata Agus.

 

Menanggapi hal ini, Cook mengatakan Indonesia memiliki masa depan yang cerah dan menawarkan berbagai peluang investasi.

 

“Kami berbicara tentang keinginan presiden untuk melihat proses manufaktur [produk Apple] di dalam negeri, dan itu adalah sesuatu yang akan kami pertimbangkan,” kata Cook usai bertemu Jokowi.

 

Namun, seberapa realistis harapan ini?

 

Apple tak punya pabrik sendiri

Selama ini, Apple mengandalkan ratusan pemasok komponen dan sejumlah mitra untuk merakit produk-produknya, termasuk berbagai seri ponsel pintar iPhone, tablet iPad, dan laptop MacBook.

 

Rekanan utama Apple adalah Hon Hai Precision Industry (secara internasional dikenal sebagai Foxconn), perusahaan asal Taiwan yang diperkirakan memproduksi 60-70% dari seluruh iPhone yang dijual ke berbagai belahan dunia per 2023.

 

Pabrik Foxconn di China, Vietnam, India, dan AS tercatat sebagai pemasok resmi Apple. Fasilitas produksi di kota Zhengzhou di China adalah yang terbesar. Ia bahkan mendapat julukan “kota iPhone“.

 

Ada setidaknya 151 pabrik di China yang menjadi pemasok resmi Apple, 41 di Taiwan, 25 di Vietnam, 14 di India, dan hanya dua di Indonesia, berdasarkan daftar 200 besar pemasok Apple per 2022.

 

Belakangan, Apple tampak mencoba mengurangi ketergantungannya pada China dan meminta mitra seperti Foxconn untuk merakit produk-produknya di negara lain, utamanya Vietnam dan India.

 

Salah satu alasannya adalah perang dagang antara AS dan China. Tarif bea masuk yang ditetapkan AS untuk barang impor dari China membuat ongkos pengiriman produk-produk Apple melonjak.

 

Di awal 2023, Foxconn dan Pegatron—mitra Apple lainnya untuk merakit iPhone—juga sempat menyampaikan rencana ekspansi ke Asia Tenggara.

 

Apakah benar Apple tertarik merakit produk di Indonesia?

Indonesia menarik sebagai pasar produk Apple dan tempat pelatihan pengembang aplikasi, tapi belum tentu sebagai lokasi pabrik, kata para pakar.

 

“Tim Cook itu sebenarnya datang ke Indonesia cuma satu tujuannya,” kata Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Kajian Industri, Perdagangan, dan Investasi di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF).

 

“Agar apa? Agar produk-produk Apple itu bisa terpasarkan di Indonesia, dan pemerintah bisa memberikan kepastian terkait dengan hal itu.”

 

Pertumbuhan pesat jumlah pengguna ponsel pintar membuat Indonesia jadi pasar yang menggiurkan, kata Andry.

Per Januari 2024, ada 353,3 juta nomor seluler aktif, meski jumlah penduduk Indonesia hanya 278,7 juta, merujuk laporan We are Social dan Meltwater. Ini mengindikasikan, satu orang kerap menggunakan lebih dari satu ponsel.

Untuk mengamankan pasar Indonesia, Andry menilai perusahaan tersebut membuka Apple Developer Academy di empat lokasi berbeda dengan total nilai investasi Rp1,6 triliun sebagai pengganti syarat TKDN.

“Tim Cook mungkin berharap agar TKDN ini tidak mengganggu mereka dalam memasarkan produknya di dalam negeri,” kata Andry.

Cook sendiri hanya mengatakan akan “mempertimbangkan” tawaran membangun fasilitas produksi di Indonesia.

Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menggunakan kata-kata “sudah sepakat”, serta mengeklaim bahwa Cook “willing” (bersedia) dan “eager” (sangat berminat) untuk merakit produk Apple di Indonesia.

Krisna Gupta, peneliti di Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), mengatakan lebih masuk akal bagi Apple untuk mengembangkan talenta pengembang aplikasi sembari mengamankan pasar Indonesia dibanding merakit produknya di dalam negeri.

“Satu [pabrik] di Vietnam mungkin sudah cukup buat meladeni pasar di ASEAN. Bikin dua jangan-jangan malah jadi rugi,” kata Krisna.

“Jadi saya enggak lihat di mana urgensinya dia mau investasi [untuk merakit produknya] di sini.”

Mengapa Vietnam dan India lebih menarik bagi Apple?

Soal daya tarik investasi asing, Indonesia cenderung tertinggal dari India dan Vietnam.

Menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Indonesia adalah negara dengan iklim investasi asing paling tertutup keempat di dunia setelah Libia, Palestina, dan Filipina.

“Tantangan juga muncul dari berbagai aspek, seperti policy uncertainty yang tinggi, rule of law dan control of corruption yang cenderung medioker, serta masih rendahnya produktivitas tenaga kerja,” kata Teuku Riefky, peneliti makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia.

Sebagai perbandingan, kata Teuku, tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia tercatat sebesar US$14 per jam, jauh di bawah Malaysia dengan US$26 per jam dan Singapura dengan US$74 per jam.

Satria Sambijantoro, ekonom Bahana Sekuritas, juga menyoroti aspek tenaga kerja Indonesia, yang disebutnya kalah saing dibanding dengan buruh Vietnam dan India.

Vietnam, menurutnya, menawarkan kepastian hukum dan ongkos tenaga kerja lebih murah. Sementara itu, India disebut memiliki banyak tenaga kerja terampil untuk menjalankan fasilitas produksi barang-barang Apple.

“Di India itu enggak murah tenaga kerjanya,” kata Satria.

“Tapi Apple pindah ke India yang sebenarnya secara kepastian hukum mungkin hanya sedikit lebih baik dari Indonesia, tapi tenaga kerjanya mumpuni.”

Ada pula masalah pembebasan lahan di Indonesia, kata Andry Satrio Nugroho dari INDEF.

Tak jarang, urusan pembebasan lahan untuk pabrik bisa memakan waktu tahunan.

“Investor itu penginnya clean and clear. Tidak mau direpotkan dengan hal tersebut,” kata Andry.

“Jadi kalau misalnya lahan itu sudah clean and clear, mereka tinggal datang dan bangun basis produksi. Sudah.”

Isu lain ada di akses infrastruktur dan logistik, yang terkait arus ekspor dan impor, serta pergerakan barang di dalam negeri dengan kondisi geografis menantang – mengingat Indonesia memiliki 17.000 pulau.

Dalam Indeks Kinerja Logistik (LPI) keluaran Bank Dunia, Indonesia menempati posisi ke-63 dari 139 negara pada 2023, turun 17 peringkat dari tahun sebelumnya.

Biaya logistik di Indonesia pada 2023 tercatat mencapai 14,29% dari produk domestik bruto (PDB).

Angkanya jauh lebih baik dibanding lima tahun sebelumnya yang menyentuh 23,8%. Namun, ia tetap lebih tinggi dari Malaysia yang diperkirakan hanya menghabiskan 13% dari PDB-nya untuk urusan logistik.

“Ekosistem logistik secara umum membuat Indonesia sulit bersaing sama negara lain,” kata Krisna Gupta dari CIPS.

Faktor lain adalah lokasi Vietnam dan India yang relatif lebih dekat dengan China, tempat banyak pemasok Apple menjalankan pabriknya.

“Dari segi geografi mereka dekat dengan China sebagai manufacturing hub,” kata Andry.

Mempertanyakan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia

Dalam 15-20 tahun terakhir, industri manufaktur Indonesia relatif “tidak naik kelas” bila dibandingkan dengan industri di China, Vietnam, dan India, kata Satria Sambijantoro dari Bahana Sekuritas.

Dalam periode itu, katanya, banyak pelaku industri skala kecil atau menengah di China berhasil tumbuh besar hingga berorientasi ekspor dan berbasis teknologi tinggi.

“Itu bisa dilihat dari mulai Huawei, Xiaomi, dan bahkan BYD. BYD itu awalnya perusahaan baterai, sekarang jadi produksi mobil,” kata Satria.

“Tren seperti ini yang tidak terlihat di perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia.”

Andry Satrio Nugroho dari INDEF pun menyoroti sikap pemerintah yang selama ini lebih fokus pada usaha substitusi impor, atau mengganti produk impor dengan barang produksi dalam negeri, alih-alih menggenjot ekspor.

Pemerintah mewajibkan ponsel impor memenuhi TKDN minimal 40%, meski ini disebut menyulitkan pelaku industri elektronik yang biasanya telah memiliki pemasok komponen tetap dari berbagai belahan dunia.

Kata Andry, lebih baik pemerintah berusaha menjadi bagian dari rantai pasok merk global seperti Apple.

“Kalau kita bisa menguasai 2% saja ya dari komponen Apple, itu menurut saya manfaatnya sudah besar ke Indonesia,” kata Andry.

“Kalau kita push ekspornya, kasarnya kita memproduksi baut untuk iPhone saja, tapi kan kita memproduksi baut untuk pasar iPhone di seluruh dunia.”