infoberitadunia, Jakarta – Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan temuan bahwa wilayah perairan laut di Kabupaten Tangerang, Banten, telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Sebanyak 263 bidang SHGB tersebut diketahui berada di area laut yang dikelola oleh sejumlah perusahaan besar dan beberapa individu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengakui adanya penerbitan SHGB tersebut. Berdasarkan data yang dirilis, 234 bidang tercatat atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang lainnya dimiliki secara perorangan.
Keterlibatan Perusahaan Besar
Salah satu perusahaan yang terlibat, PT Cahaya Inti Sentosa, merupakan anak usaha dari PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), sebuah perusahaan properti besar yang dimiliki oleh pengusaha Sugianto Kusuma, atau yang lebih dikenal dengan nama Aguan. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah perairan laut tersebut kini menjadi bagian dari pengelolaan perusahaan besar untuk tujuan komersial.
Reaksi Menteri ATR/BPN
Menteri Nusron Wahid mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap penerbitan SHGB tersebut. Menurutnya, jika ditemukan pelanggaran dalam proses penerbitan sertifikat, maka pemerintah berhak membatalkan SHGB tanpa melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun.
“Kami akan melakukan tinjauan ulang. Jika tidak sesuai dengan aturan atau melanggar hukum, sertifikat-sertifikat itu bisa dibatalkan,” ujar Nusron.
Selain itu, ia menambahkan bahwa penerbitan SHGB di wilayah laut harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kepentingan publik.
Kritik dan Kekhawatiran
Temuan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama dari pemerhati lingkungan dan masyarakat setempat. Banyak pihak khawatir bahwa penerbitan SHGB di wilayah perairan dapat merusak ekosistem laut dan mempersempit akses masyarakat terhadap wilayah laut yang seharusnya menjadi milik publik.
Menurut ahli tata ruang, wilayah perairan seharusnya tidak dialokasikan untuk kepentingan pribadi atau korporasi. Hal ini dikhawatirkan akan menciptakan ketimpangan akses dan merugikan masyarakat pesisir.
Langkah Selanjutnya
Pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran ini. Proses evaluasi dan pengawasan harus dilakukan secara transparan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat di wilayah perairan.
Selain itu, langkah hukum juga perlu ditempuh jika ditemukan adanya unsur korupsi atau pelanggaran prosedur dalam kasus ini. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memastikan pengelolaan wilayah laut yang berkelanjutan.